Jumat, 09 Mei 2025

Menumbuhkan Kedaulatan Ekonomi Indonesia: Dari Kesadaran Rakyat hingga Strategi BRICS


Pendahuluan Indonesia, negeri dengan kekayaan alam melimpah dan populasi besar, masih terjebak dalam ketergantungan ekonomi terhadap kekuatan global. Ketergantungan ini tercermin dalam dominasi lembaga seperti IMF dan Bank Dunia, serta penggunaan mata uang asing dalam transaksi strategis. Kebijakan ekonomi pasca reformasi 1998 cenderung mengikuti jalur liberalisasi dan privatisasi, yang justru menjauhkan kemandirian ekonomi nasional. Ironisnya, meskipun indikator makro ekonomi kerap menunjukkan pertumbuhan, kesenjangan sosial dan ketimpangan struktural tetap mencolok.

Tokoh-tokoh seperti Bung Hatta, Kwik Kian Gie, Rizal Ramli, dan ekonom dunia seperti Joseph Stiglitz telah mengkritisi dampak sistem ekonomi neoliberal terhadap negara berkembang. Indonesia perlu mendefinisikan ulang arah kebijakan ekonomi untuk keluar dari jebakan ketergantungan global dan membangun sistem yang inklusif serta berpihak kepada rakyat.

Dominasi Sistem Keuangan Global dan Ketimpangan Struktural Sistem Bretton Woods yang dibangun pada 1944 mengukuhkan dominasi dolar AS dan menciptakan institusi seperti IMF dan Bank Dunia. Sistem ini didesain bukan semata untuk stabilitas, tetapi untuk mengamankan kepentingan negara maju, khususnya AS. Setelah krisis 1971 dan berakhirnya standar emas, dunia masuk ke era fiat money, di mana nilai uang bergantung pada kepercayaan semata, bukan komoditas riil.

Bank sentral global seperti The Fed memiliki kuasa mencetak uang tanpa batas, menyebabkan inflasi global dan dominasi finansial negara maju. Negara berkembang, termasuk Indonesia, terpaksa tunduk pada syarat bantuan yang melemahkan kedaulatan, seperti privatisasi dan penghapusan subsidi. Seperti dijelaskan Ron Paul dan Michael Hudson, sistem ini adalah bentuk modern dari penjajahan finansial.

Kesadaran Finansial dan Literasi Ekonomi sebagai Fondasi Perubahan Untuk keluar dari sistem ini, dibutuhkan kesadaran rakyat melalui literasi ekonomi yang mendalam. Edukasi keuangan harus menyentuh aspek struktural dan psikologis. Buku-buku seperti Rich Dad Poor Dad (Kiyosaki), The Psychology of Money (Housel), 7 Habits (Covey), hingga The 48 Laws of Power (Greene) mengajarkan bahwa kebebasan finansial berawal dari perubahan pola pikir dan karakter.

Masyarakat harus didorong untuk memahami pentingnya aset produktif, perilaku finansial rasional, serta strategi membangun kekuatan ekonomi dari bawah. Pendidikan ini bukan sekadar pengetahuan teknis, tetapi penguatan mental dan integritas individu.

Perlawanan Dimulai dari Literasi Ekonomi Rakyat

Langkah pertama menuju kemandirian ekonomi adalah membangun kesadaran rakyat terhadap sistem yang mereka jalani. Literasi finansial harus berkembang dari sekadar kemampuan menghitung uang menjadi pemahaman sistemik tentang siapa yang mengontrol arus uang dan bagaimana rakyat bisa membangun kekuatan ekonomi dari bawah.

Robert T. Kiyosaki menekankan pentingnya membedakan aset dan liabilitas, sedangkan Morgan Housel mengingatkan bahwa perilaku ekonomi lebih ditentukan oleh psikologi dan pengalaman hidup daripada teori ekonomi. Stephen R. Covey mengajarkan bahwa kemerdekaan pribadi adalah fondasi kekuatan kolektif, sementara Napoleon Hill dan Robert Greene menunjukkan pentingnya visi, strategi, dan karakter dalam menghadapi sistem yang tidak adil.

Edukasi ekonomi bukan sekadar wacana, tetapi harus diwujudkan dalam program nyata: pelatihan pengelolaan keuangan keluarga, pembentukan koperasi berbasis komunitas, dan pembelajaran mandiri tentang aset produktif seperti emas, properti, atau kripto. Pemerintah dan masyarakat sipil perlu bekerja sama membangun ekosistem edukasi ekonomi yang membumi dan aplikatif.

Teknologi Desentralisasi dan Inovasi Finansial Kehadiran teknologi seperti blockchain dan aset digital seperti Bitcoin membuka jalan bagi sistem keuangan yang lebih transparan dan inklusif. Mata uang digital bukan hanya alat tukar, tapi simbol perlawanan terhadap dominasi otoritas finansial tradisional. Indonesia harus melihat peluang ini sebagai sarana memperluas akses dan kontrol masyarakat terhadap uang dan transaksi.

Inovasi finansial lokal seperti QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard), GPN (Gerbang Pembayaran Nasional), dompet digital, dan fintech syariah telah memberikan alternatif nyata terhadap dominasi sistem pembayaran asing. QRIS memungkinkan transaksi digital lintas platform yang cepat dan efisien, memperkuat sektor UMKM, serta meminimalisir ketergantungan terhadap sistem internasional. GPN memperkuat kedaulatan sistem pembayaran nasional dan mengurangi intervensi asing dalam transaksi domestik.

Fintech nasional yang berkembang seperti Dana, OVO, LinkAja, dan lainnya memainkan peran penting dalam inklusi keuangan. Namun, penting memastikan regulasi yang kuat agar teknologi ini mendukung kemandirian, bukan memperkuat oligopoli digital baru.

Integrasi Strategis dalam BRICS: Peluang Menuju Sistem Baru Indonesia membuka peluang besar dengan menjalin kedekatan dan berpotensi masuk ke dalam BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa) sebagai alternatif poros kekuatan ekonomi global. BRICS saat ini menginisiasi sistem pembayaran baru berbasis mata uang lokal dan menciptakan Bank Pembangunan Baru (New Development Bank) yang menjadi alternatif IMF dan Bank Dunia.

Masuknya Indonesia ke dalam BRICS dapat membuka jalur baru untuk kerja sama pembangunan, investasi infrastruktur, pertukaran teknologi, dan reformasi sistem moneter global. Dengan memanfaatkan inisiatif seperti BRICS Pay dan proyek mata uang bersama, Indonesia bisa mulai melepaskan ketergantungan dari dolar AS serta mengakses pembiayaan tanpa syarat neoliberal.

Teknologi Desentralisasi dan Potensi BRICS

Kepercayaan terhadap sistem perbankan konvensional kian merosot. Dalam konteks ini, teknologi desentralisasi seperti blockchain dan mata uang digital seperti Bitcoin muncul sebagai alternatif sistem yang lebih transparan dan tidak terpusat.

Bitcoin lahir dari krisis 2008, sebagai bentuk protes terhadap bailout bank oleh pemerintah dan sebagai simbol perlawanan terhadap sistem yang hanya menguntungkan elite. Blockchain tidak hanya digunakan untuk mata uang, tetapi juga untuk koperasi digital, pencatatan transaksi pertanian, dan tata kelola komunitas secara transparan.

Untuk Indonesia, ini adalah peluang. Pemerintah dapat:

  • Mengembangkan sistem pembayaran berbasis blockchain lokal sebagai alternatif dari sistem sentral.

  • Mendorong pemanfaatan QRIS dan GPN (Gerbang Pembayaran Nasional) untuk memperkuat transaksi digital domestik agar tidak bergantung pada jaringan pembayaran asing seperti Visa atau Mastercard.

  • Mendukung pengembangan fintech lokal yang berbasis komunitas, UMKM, dan koperasi digital agar inklusi keuangan berjalan beriringan dengan kedaulatan data.

Potensi keanggotaan Indonesia dalam BRICS (Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan) juga harus dimanfaatkan untuk membuka jalur alternatif dari dominasi Barat. BRICS kini tengah menjajaki sistem pembayaran antarnegara yang tidak berbasis dolar AS. Masuknya Indonesia ke dalam blok ini dapat memperkuat posisi tawar, memperluas akses pasar non-Barat, dan mengurangi dominasi institusi keuangan global yang selama ini mendikte arah kebijakan ekonomi nasional.

Strategi Pembangunan dari Akar Rumput Strategi menuju kedaulatan ekonomi harus dimulai dari komunitas. Pembangunan ekonomi kerakyatan, koperasi digital, pertanian mandiri, energi lokal, dan pasar tradisional berbasis teknologi menjadi tulang punggung. Prinsip ekonomi donat (doughnut economics) seperti dikemukakan oleh Kate Raworth memberi kerangka kerja agar pembangunan tetap menjaga keseimbangan sosial dan ekologis.

UMKM perlu didukung melalui pelatihan, digitalisasi, dan perlindungan terhadap kompetisi tidak adil dari raksasa e-commerce global. Pemerintah perlu berinvestasi dalam ilmu pengetahuan, inkubator teknologi, dan ekosistem digital lokal di tiap daerah.

Strategi Ekonomi Mandiri: Dari Rakyat, oleh Rakyat, untuk Rakyat

Kemandirian ekonomi harus dibangun dari akar rumput, dimulai dari penguatan struktur ekonomi lokal. Strateginya meliputi:

  1. Ekonomi Kerakyatan dan Koperasi Modern

    • Membangun koperasi digital berbasis blockchain untuk meningkatkan transparansi dan partisipasi anggota.

    • Memfasilitasi koneksi langsung antara produsen dan konsumen melalui platform digital komunitas.

    • Membentuk token komunitas sebagai alat tukar lokal yang memperkuat daya tahan ekonomi desa/kota.

  2. Revitalisasi UMKM dan Pasar Tradisional

    • Digitalisasi UMKM melalui pelatihan dan akses infrastruktur teknologi.

    • Proteksi terhadap usaha kecil dari praktik monopoli atau predatory pricing oleh ritel besar dan e-commerce asing.

    • Penyediaan platform lokal yang mempertemukan produsen dan konsumen tanpa perantara global.

  3. Ketahanan Pangan dan Energi

    • Konversi lahan tidur untuk urban farming dan pertanian berkelanjutan.

    • Pengembangan energi mikro terbarukan di tingkat desa (mikrohidro, solar panel).

    • Pendidikan masyarakat tentang pentingnya kemandirian pangan dan energi sebagai pilar utama kedaulatan.

  4. Investasi pada Inovasi dan Ilmu Pengetahuan

    • Peningkatan anggaran untuk riset teknologi strategis seperti AI, blockchain, dan rekayasa pertanian.

    • Pengembangan pusat inovasi digital di setiap kota/kabupaten.

    • Mendorong kolaborasi antara universitas, startup lokal, dan koperasi dalam menciptakan solusi nyata bagi masyarakat.

Menuju Kedaulatan Ekonomi Nusantara

Indonesia tidak kekurangan sumber daya—baik alam maupun manusia. Yang diperlukan adalah keberanian untuk keluar dari ketergantungan global dan menyusun ulang sistem ekonomi nasional berdasarkan nilai-nilai kemandirian, keadilan, dan keberlanjutan.

Peta jalan menuju ekonomi mandiri tidak terletak pada reformasi kosmetik atau perubahan elite semata, tetapi dalam transformasi paradigma dan sistem. Dari literasi rakyat, teknologi desentralisasi, kekuatan komunitas, hingga diplomasi luar negeri yang berpihak pada kepentingan nasional seperti melalui BRICS—semua menjadi bagian dari strategi besar kedaulatan ekonomi.

Kemandirian ekonomi bukan mimpi utopis, tetapi keniscayaan jika kita bersatu dalam visi yang sama: membebaskan Nusantara dari kendali sistem global yang timpang dan membangun masa depan yang lebih berdaulat, adil, dan bermartabat.

Kesimpulan: Menuju Jalan Merdeka Ekonomi Indonesia memiliki semua syarat untuk menjadi bangsa mandiri secara ekonomi: sumber daya, pasar, dan semangat rakyat. Yang dibutuhkan adalah perubahan paradigma, pemimpin yang visioner, dan sistem yang dibangun untuk kepentingan rakyat, bukan kekuatan global.

QRIS, GPN, fintech lokal, dan integrasi strategis ke dalam BRICS merupakan langkah-langkah konkret untuk merebut kembali kendali atas sistem ekonomi nasional. Kedaulatan ekonomi bukan impian utopis, melainkan cita-cita yang menuntut kesadaran kolektif, keberanian kebijakan, dan teknologi yang tepat guna.

Saatnya Indonesia bangkit dari pinggiran sistem global, membangun ekonomi dari bawah, dan menjadi kekuatan baru yang tidak hanya mandiri, tetapi juga memberi contoh bagi dunia.

Penulis EMHITU

Riset, pengembangan, dan rekayasa jamu dengan tanaman obat dalam zat aktif untuk melawan penyakit dalam biologi molekuler

Riset, pengembangan, dan rekayasa jamu berbasis tanaman obat dengan fokus pada zat aktif untuk melawan penyakit  dalam  kerangka biologi mol...